Bukan Bahagia, Rabiot Justru Meledak Emosi Usai Juventus vs AC Milan – Apa yang Terjadi?

Adrien Rabiot adalah seorang gelandang yang bermain untuk AC Milan
Adrien Rabiot adalah seorang gelandang yang bermain untuk AC Milan

pojokgol.net – Kepulangan Adrien Rabiot ke Allianz Stadium ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Pertarungan sengit antara Juventus melawan AC Milan berakhir tanpa satu pun gol tercipta — skor kacamata 0-0 yang terasa hambar bagi sang gelandang asal Prancis itu.

Usai laga, Rabiot mengungkapkan perasaannya yang berbaur antara nostalgia dan kekecewaan mendalam. Ia bahagia dapat kembali menapaki tanah yang dulu menjadi rumahnya, namun hasil akhir membuatnya murka. Dalam pandangannya, Milan telah menyia-nyiakan peluang emas untuk meraih tiga angka penuh di Turin.

Dengan nada tegas, Rabiot tak ragu mengumbar kekesalannya di depan publik, menguliti kekurangan permainan timnya tanpa basa-basi.

Nostalgia yang Menyulut Emosi

Gelandang AC Milan tersebut, Adrien Rabiot (dengan nomor punggung 12), terlihat bersama beberapa pemain Juventus setelah pertandingan di Allianz Stadium
Gelandang AC Milan tersebut, Adrien Rabiot (dengan nomor punggung 12), terlihat bersama beberapa pemain Juventus setelah pertandingan di Allianz Stadium

Pertemuan ini menjadi kali pertama Adrien Rabiot kembali ke Allianz Stadium sebagai musuh. Datang berseragam merah-hitam AC Milan, ia meninggalkan jejak lima musim pengabdian untuk Juventus antara 2019 hingga 2024.

Baginya, malam itu ibarat pertemuan dua sisi hati — hangat sekaligus getir. Ia masih mengenali setiap sudut stadion, setiap wajah staf, bahkan pelatih Igor Tudor yang dulu menjadi bagian dari masa lalunya.

“Itu malam penuh emosi. Saya masih kenal banyak pemain di Juventus, juga para staf dan pelatih Tudor,” tutur Rabiot kepada DAZN.

“Saya bahagia bisa kembali ke sini. Saya ingin menang, tapi begitulah sepak bola — hidup terus berjalan,” lanjutnya dengan nada pasrah.

Amarah yang Mendidih di Balik Senyum

Meski diselimuti kenangan manis, Rabiot tak sanggup menahan bara amarah di dadanya. Hasil imbang tanpa gol baginya bukan sekadar kekecewaan, melainkan luka batin yang dalam.

Ia berkeyakinan bahwa Milan sejatinya pantas menggondol kemenangan dari markas Juventus. Deretan peluang yang terbuang begitu saja menjadi duri yang menancap di pikirannya.

“Saya marah. Kami seharusnya menang. Kami punya banyak peluang, tapi ada sesuatu yang tidak berjalan,” ucapnya penuh nada kesal.

“Kami harus lebih tajam, lebih kompak. Ini baru awal musim, tapi menang di sini akan sangat berarti,” tegasnya tanpa tedeng aling-aling.

Ketajaman yang Menguap di Depan Gawang

Dalam refleksinya, Rabiot menyoroti ketidakmampuan lini depan Milan dalam menuntaskan peluang. Meski mampu menekan pertahanan Juventus, penyelesaian akhir mereka terasa tumpul.

Salah satu momen paling menyakitkan terjadi kala Christian Pulisic gagal mengeksekusi penalti — bola hanya melambung, menjauh dari target, seolah simbol ketidakberuntungan Rossoneri malam itu.

“Kami tidak cukup memanfaatkan ruang dan kedalaman serangan. Di depan gawang, kami harus lebih kejam,” ujar Rabiot.

“Umpan akhir, tembakan, bola kedua, agresivitas — semua harus ditingkatkan,” lanjutnya dengan detail analitis.

Satu Poin yang Terasa Pahit

Akhirnya, AC Milan hanya pulang dengan satu angka — sebuah hasil yang bagi Rabiot terasa lebih mirip kekalahan ketimbang capaian positif.

Ia memang mengakui bahwa meraih poin di markas lawan bukanlah hal buruk. Namun naluri kompetitifnya menolak puas dengan hasil setengah hati.

“Satu poin ini bisa diterima, tapi kami seharusnya mampu lebih,” pungkasnya dingin.

Hasil laga ini mungkin sekadar angka di papan klasemen, tetapi bagi Adrien Rabiot, malam di Allianz Stadium adalah cermin dari ambisi yang belum tuntas — perjalanan yang masih harus diperjuangkan dengan darah, emosi, dan tekad tak tergoyahkan.

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *