Bermain Api: Manuver Berisiko Tuchel pada Bellingham di Jantung Timnas Inggris

pojokgol.net – Jude Bellingham telah menjelma menjadi poros istimewa sepak bola Inggris—seorang gelandang muda yang sudah menguasai panggung Real Madrid bak maestro yang belum mencapai puncak. Namun begitu kembali ke pangkuan Timnas Inggris, Thomas Tuchel justru memilih langkah yang menyerupai perjudian berbahaya. Ia seperti sengaja mengelupas menit bermain Bellingham sedikit demi sedikit, sebuah langkah yang mengundang tanda tanya besar menjelang Piala Dunia 2026.
Keputusan Tuchel dapat dibaca sebagai deklarasi bahwa tidak ada satu pun pemain yang berada di menara tertinggi di atas kolektivitas tim. Bellingham hanya mencatatkan satu kontribusi gol—sebuah assist untuk Myles Lewis-Skelly dalam kemenangan 2-0 atas Albania pada Maret. Setelah itu, badai cedera bahu dan pencoretan dari skuad pada jeda Oktober mengaburkan pengaruhnya di bawah komando Tuchel, seakan bak bintang yang diredupkan dengan sengaja.
Meski akhirnya kembali dipanggil untuk Kualifikasi Piala Dunia 2026, perannya hanyalah pengganti ketika Inggris menundukkan Serbia. Kemarahannya saat ditarik keluar dalam laga melawan Albania menunjukkan bara yang sedang disulut. Tuchel tampaknya ingin mengokohkan disiplin, tetapi langkah tersebut juga dapat berubah menjadi percikan konflik. Sang pelatih memiliki tujuan tunggal: meraih supremasi di Piala Dunia. Dan demi itu, ia seperti rela menggoyang kestabilan emosional pemain terbaiknya sekalipun.
Tuchel vs Jude Bellingham

Tuchel telah berulang kali mencoba menutup lubang-lubang rumor mengenai hubungannya dengan Bellingham. Namun, slip lidahnya ketika mengatakan bahwa ibunya menyebut perilaku Bellingham “menjijikkan” (repulsive) kepada talkSPORT membuat banyak pihak mengangkat alis tinggi. Kata-kata yang tampak sepele itu berubah menjadi bahan bakar isu yang tak kunjung padam.
Fabrizio Romano melaporkan pernyataan terbaru Tuchel: “Saya melihat Jude Bellingham tidak puas saat ditarik keluar. Saya tak ingin memperlebar polemik, tetapi saya tegaskan lagi: perilaku adalah pondasi, begitu juga rasa hormat terhadap rekan yang masuk. Keputusan sudah dibuat, dan sebagai pemain, Anda harus menerimanya.” Pembatasan menit bermain ini adalah pesan keras—bahwa hierarki tidak menjamin siapa pun. Kontrak Tuchel yang hanya berlangsung hingga usai Piala Dunia 2026 memberinya kebebasan bertindak tanpa harus memikirkan harmoni jangka panjang.
Inggris Membutuhkan Bellingham pada Level Tertingginya

Meski disiplin adalah fondasi sebuah tim juara, strategi Tuchel terhadap Bellingham membawa risiko yang ibarat dinamika rapuh. Bellingham tetap merupakan energi vital Inggris—sosok yang menyelamatkan negara itu dengan salto heroik melawan Slovakia pada Piala Eropa terakhir.
Inggris telah berpuluh tahun dihantui narasi kegagalan di panggung internasional, tak mampu mengangkat trofi mayor sejak 1966. Gareth Southgate sempat membawa Inggris mendekati pintu kejayaan, tetapi tembok final selalu menolak runtuh. Tuchel paham ia memerlukan seluruh senjata terbaiknya dalam kondisi tak tercela. Namun apabila ia terus membuat frustrasi Bellingham, performa sang gelandang bisa terperangkap dalam kabut amarah—dan itu dapat menjadi bumerang besar yang merontokkan ambisi Tuchel untuk membawa pulang gelar dunia yang telah lama dirindukan.
BACA JUGA: Eks Chelsea Ini Temukan Kandidat Tepat Pengganti Virgil van Dijk di Liverpool
